Wednesday, October 27, 2010

Merapi

Pagi ini Merapi masih tertutup awan. Dirimu yang bertahta megah di utara Jogja, tak terlihat dari kost. Erupsi tlah terjadi Selasa, 27 Oktober 2010 lalu. Korban harta, benda, dan bahkan nyawa tak terelakkan lagi. Sang Gunung yang gagah telah meluluh lantakkan daerah kaki gunung dan sekitarnya.

Tiada manusia kuasa menghentikan letusanmu. Takkan mampu manusia menyumbaat lavamu. Tuhan telah berkehendak..semoga hari esok cerah..

Sehari Bersama Oktri

Seharian ini aku bersama dengan Oktri. Pagi jam 7 sampai jam 3 kuliah ketemu Oktri di kampus. Setelah kuliah, kita pergi ke Malioboro. Wow..seperti kencan aja pergi berdua..

Kami pergi ke Malioboro untuk membeli kaos dan peralatan tugas media pengembangan IPA yang hasrus dikumpul hari Senin besok. Kami harus pergi berdua karena 1 anggota kelompok kami yang lain rumahnya jauh dan harus segera pulang agar tidak kemalaman.

Sebelum berangkat ke Malioboro, terlebih dahulu kami persiapan di kosku. Aku meminjam helm dan mantol mbak kost. Barulah kami berangkat ke Malioboro. Sesampainya di Malioboro, kami memasuki toko Ramayana yang kebetulan baru obral baju. Kami lalu memilih - milih kaos. Kaos yang akan kami gunakan untuk praktikum adalah kaos putih polos. Ternyata sulit juga menemukan kaos putih polos di sana. Saya sempat bertanya kepada penjaga toko, dan memang tidak ada. Pilihan kami lalu jatuh pada satu kaos putih yang gambarnya paling sedikit. Oktri lalu membayar kaos itu dengan harga Rp 12.500. Mengetahui harganya relatif murah, kami tertarik untuk membeli kaos. Kami lalu melihat-lihat kaos yang ada di sana.Setelah melihat-lihat, saya tidak jadi beli karena barang yang ingin saya beli harganya mahal. hehe...Maka, hanya Oktri yang jadi membeli kaos. Oktri membeli kaos lucu dan unik. Ada gambar monyet kecil-kecil diseluruh bagian kaos. Warnanya kuning tua dan ngepas untuk tubuh Oktri

Kami melanjutkan perjalanan. Kami berjalan berdua bak kekasih di sepanjang emperan Malioboro. Aku menemukan barang yang aku cari. Barang yang harganya mahal di toko Ramayana. Aku lalu, dan Oktri layaknya ibuku, memilihkan daster untukku.

"Ini lho Mbak Aya, warnanya kalem"

Aku lalu menjatuhkan pilihan pada daster warna biru. Harga yang semula Rp 50 ribu, bisa kami tawar menjadi Rp 20 ribu. Asyik..Setelah membeli daster, kami melanjutkan perjalanan. Kali ini, Oktri akan membeli gelang. Dia lalu memilih-milih gelang di salah satu tempat penjualan aksesoris. Gelang itu akan dia berikan sebagai kado untuk temannya.

Acara belanja di Malioboro selesai, kami lalu menuju parkir motor. Kami pulang ke kost dengan diiringi hujan rintik. Sesampainya di kost, Oktri tidak langsung pulang. Kami mengerjakan tugas membuat komik pembelajaran IPA dan revisi soal Bu Heri. Kami solat bersama di kamar Dek Mutia. Kami bertiga lalu makan bersama, dan tentunya Oktri selalu ceria dengan humornya yang selalu membuat orang tertawa. Thanks Oktri..

Sunday, October 24, 2010

Layar Putih

terbentang panjang di depan
ternoda titk debu ruang
terhias lengkung warna samar
tersuguh panorama tenang

Tuesday, October 19, 2010

For You

Senyum kedamaian nan menghiasi wajahmu masih terpampang jelas di sanubari. Lugu yang melekat di kalbumu, tawarkan keras dunia. Aku masih mengingatmu..saat ini..dan semoga untuk selamanya.

Aku tak pernah tahu, barisan karakter huruf kecil yang yang kirimkan padaku lewat pesan singkat saat itu, adalah pesan terakhir darimu. Malam itu, bersama dingin di musim bediding, pesan darimu menghampiriku ketika aku mulai terlelap. Barisan kalimat sederhana, doa, dan ternyata adalah sebuah kata pamit. Kau tulis doa untuk kebahagiaanku dalam pesan itu. Kau sematkan kata-kata indah pengantar tidurku dan yang selalu membuatku bersedih, kau memintaku untuk tidak menghapus pesan itu.

Kau nan jauh di sana, aku tidak mengira jika tidak ada 24 jam setelah kau  mengirimkan pesan itu, aku harus mendapat sebuah pesan lagi. Pesan yang menohok hati. Pesan bahwa engkau tlah pergi..selamanya dari dunia ini...

Kakak perempuanmu meneleponku sore itu. Sambil menangis, merintih, mengabarkan nyawamu tak bisa tertolong lagi. Kakakmu mengabarkan kau meninggal, karena kecelakaan, tertabrak truk, dan jasadmu hancur..

Aku berjalan sempoyongan mendatangi rumahmu. Rumah yang sederhana ,penuh keteduhan jiwa-jiwa yang menghuninya. Namun..aku tak bisa melihatmu untuk yang terakhir. Kau telah dimakamkan beberapa saat ketika aku datang.Aku hanya bisa mendapati keluargamu. Ibumu dan kakakmu mendekap aku sambil menangis tersedu. Aku terpana, sedih, terluka..

Namaku tlah engkau tulis di keluarga. Kau rengkuh diriku menjadi bagian keluargamu. Hingga ibu dan kakakmu mendekapku seperti itu. aku sendiri justru tak mengerti, apa yang terjadi..

Hingga 3 tahun setelah engkau pergi, aku masih selalu datang menjenguk ibu, ayah,kakak,dan si kecil Via. Aku juga masih datang ke makammu, membawakan seikat bunga yang aku rangkai dari rumah untuk kutaruh di atas nisanmu.
Selamat jalan Tri Endarto...




Sunday, October 17, 2010

Pena hati

Aku adalah orang yang aneh. Entah kenapa aku terkadang menjadi orang yang pendiam namun juga tak bisa diam. Sepertinya aku punya sifat - sifat yang sekaligus bertentangan di dalam diri ini. Misalnya saja, aku kadang jadi sosok pemalu namun terkadang pula jadi orang yang tidak tahu malu. Aku terkadang menjadi orang yang menjadi sosok yang mandiri namun terkadang jadi sosok yang manja. 

Ada sifat yang hampir absolut di diri ini. Sifat itu adalah sensitif. Pernah saat kuliah kemarin, ada praktikum tentag pengukuran gaya belajar dan juga tentang karakter subjek didik, aku termasuk orang yang lebih peka di doing dan feeling. Ya, perasanku sensitif. hasil pengukuran kemarin, aku menggunakan perasaan sebesar 40% dalam belajar. Cara yang lain adalah melakukan, mendengarkan, dan melihat.

Aku sering memendam perasaan yang sebenarnya di dalam hati. Aku selalu tidak tega untuk mengatakan sesuatu yang membuat orang lain sakit hati. Aku tidak suka ada yang marah-marah, nesu, kontra, dsb. Aku lebih memilih menghindar dan diam. Aku hanya mampu m,encurahkan isi hati lewat tulisan, baik di buku diary maupun di blog. Aku lebih suka kedamaian.Oh anehnya diriku...

Ikan Peliharaan

Aku suka ikan. Sejak kecil aku sudah terbiasa berinteraksi dengan ikan. Mulai dari mencari cethol di sawah, mancing di kolam belakang rumah, hingga saat ini aku telah memelihara ika kecil di akuarium mini. Memelihara ika di akuarium mini ternyata banyak suka dukanya. Air mudah kotor, ruang gerak ikan terbatas, namun hemat tempat apalagi jika dibawa ke kost.

Ikan yang mengisi akuariumku silih berganti. Mungkin sudah ada 10 ikan yang mati gara - gara dipelihara di akuriumku. Penyebabnya antara lain karena air kotor, lupa diberi makan, berkelahi dengan ikan lain, dan yang paling ironis adalah karena dimakan kucing. Tak hanya itu, aku telah meropotkan banyak orang gara - gara memelihara ikan. Bagaimana tidak, setidaknya sudah ada 4 orang yang ikut andil dalam rangka membelikan ikan untukku gara-gara ikanku mati. Sebut saja Dek Mutia, Mbak Destri, Mas Abi, dan tentunya aku sendiri.

Sebulan yang lalu, ikanku sudah tida mati karena air kotor, ruanggerak sempit, dan lupa diberi makan. Namun ternyata ikanku justru mati dimakan kucing. Sekarang tidak ada ikan yang tersisa di akuarium kecilku. Aku takut ikan-ikan itu mati lagi.Namun aku akan mencoba cari cara agar kelak ikan itu tidak mati lagi.

Mencoba

melupakan orang yang telah lama kita cintai itu sulit,
lepas dari sangkar cinta yang telah menjerat hati ini sakit,
mencoba terbang ke sangkar lain itu tak mudah,
apalagi dia asing dan baru bagiku,
apalagi segudang perbedaan di depan mata,
namun..
aku kan mencoba..
entak besok kan seperti apa,
mampukah ini bertahan,
apakah kelak berjodoh,
kuserahkan semuanya padaNya

Preman Baik Hati


Minggu lalu, diiringi gerimis hujan kota Jogja, aku kembali dari rumah tercinta. Seperti kebiasaan sebelumnya, berangkat dan pulang sendiri, hanya kadang-kadang pulang bareng teman atau saudara. Waktu itu sudah sore, bahkan menjelang magrib aku baru memasuki kota Jogja. Biasanya aku pulang ke kost Jogja lewat jalur Jalan Wonosari - ringroad - Janti - Jalan Solo -  Jalan Gejayan - sampai di kost. Tapi kali ini aku lewat jalan yan gberbeda, yaitu Jalan Gedong Kuning lalu ke kebun binatang Gembira Loka. Hal ini tentunya ada maksud khusus. Ya, aku ingin membeli tanaman sebagi kado untuk Ana dan Oktri. Oktri adalah teman kuliahku dan juga masih saudara meskipun sudah jauh, sedangkan Ana teman SMA hingga kuliah. Mereka berulang tahun dan aku ingin memberi mereka hadiah tanaman. Oktri aku tahu sangat suka tanaman atau mungkin bisa dibilang tanaman holic, sedangkan aAna aku belum tahu. Semoga saja Ana suka.

Aku menghentikan motorku di deretan toko tanaman yang terletak di timur kebun binatang. Sayangnya, toko tanaman itu sudah tutup. Akhirnya aku menemukan satu toko tanaman yang masih buka. Aku lalu menghampiri penjualnya. perasaanku saat itu takut karena di sana sepi dan penjualnya menakutkan. Penjualnya adalah seorang wanita muda dengan postur tinggi besar. Dia memakai kaos hitam dan celana jeans sedengkul dan sobek-sobek. Rambut wanita itu panjang terurai dan dia memakai kalung, gelang serba hitam. 

Di seberang jalan ada banyak penjual makanan angkringan jadi aku agak lega untuk berani turun dari motor danmenghampiri penjual itu. Aku lalu menanyakan tanaman yang ingin aku beli. Aku ingin membeli tanaman yang cocok untuk di tanamn di media jeli. Karena aku akan memberikan hadiah kepada Oktri dan Ana dalam bentuk tanaman yang telah tertanam dengan media jeli. hari Jumat sebelum mudik aku sudah membeli media tanam jeli. Sekarang tinggal membeli tanamannya.

Aku menanyakan ada tidak tanaman bambu jepang. ternyata mbak - mbak penjual itu menanggapinya dengan ramah. Dia lalu mencarikan bambu jepang untukku. Aku menunggu di luar, takut masuk ke dalam karena gelap dan sepi. Beberapa saat kemudian dia keluar dan bilang kepadaku bahwa tanaman bambu jepang tidak ada. Aku lalu menanyakan tanaman alternatif lain yang bisa ditanam di media jeli. Mbak tersebut lalu masuk lagi ke dalam mencarikan tanaman untukku. Kali ini dia minta bantuan temannya. Temannya adalah seorang laki-laki tinggi yang penampilannya juga sama dengan mbak tersebut. Aku semakin takut dan hanya berani menunggu di luar di dekat motor.

Dua penjual tanaman itu cukup lama mencari tanaman di dalam kebunnya. Mereka mencari tanaman dengan bantuan senter karena di dalam kebun gelap. Setelah beberapa saat menunggu, mbak tersebut memanggilku sambil membawakan beberapa tanaman. Dia membawa tanaman Sirih Belanda, bambu modifikasi, dan entah apa yang 1nya saya lupa. Mbak tersebut lalu memasukkan tanaman tersebut ke dalam plastik dan memberikannnya kepadaku. Aku berterimakasih lalu mengeluarkan uang untuk membayarnya. Ternyata uang itu ditolaknya. Tanaman ini diberikan secara gratis kepadaku. Setelah mengucapkan terimaksih, aku lalu pamit pulang dan melanjutkan perjalanan ke kost.

Selama di perjalanan, aku sangat menyesal karena sudah berprasangka buruk pada penjual tadi. Ternyata penampilannya yang seperti preman, tidak selalu menunjukan kalau hatinya jelek. Dia seperti preman, anmaun baik hati. Kejadian sore itu ternyata tidak hanya berhasil medapatkan kado untuk Oktri dan Ana. aku sendiri juga mendapat kado berharga.

Tuesday, October 12, 2010

Sawah


Sawah adalah tempat yang indah. Tempat di mana aku bermain di masa kecil. tempat dimana menjadi penyejuk mata di depan rumah. Sawah menghadirkan nuansa eksotis yang sulit diukirkan.

Waktu kecil dahulu, aku sering bermain di sawah. Mulai dari bantu kakek beri pupuk dedauan, tunggu manuk, cari keong, berburu cethokl (sejenis ikan kecil), buat memedi manuk,  mainan lendut, ngirim makanan ke sawah, tandur, dll.

Kini, aku jarang pergi ke sawah. Aku hanya bisa memandang hijaunya sawah 3 bulan sekali. Itupun hanya di akhir pekan ketika aku kembali ke peraduan.

?

senang, susah, sedih, kaget, bingung, bangga, takut, malu, benci, terharu, pusing, semua jadi satu

suka dan tidak suka

hal yang disuka/diharapkan:
*baca novel, majalah bobo, buku sains yang tidak berat
*jalan-jalan ke pantai, arena permainan, danau, bukit, taman yang indah, tempat yang indah, kota wisata, mall, pasar tradisional, hutan, toko buku
*berbagai jenis buah, hampir semua suka kecuali pisang dan kesemek
*nanam bunga/tanaman
*pelihara ikan dan hewan yang lucu
*minum susu, jus jambu
*jaman dulu main layang2, mancing, boneka, pasaran, manik2,kelereng, dll
*orang lucu
*orang sabar tidak mudah marah
*orang tdk fanatik
*warna pink
*keluarga harmonis
*coklat, eskrim
*tahu pong, lontong
*tarian tradisional
*musik lembut, pop, padi, sheilla on7, dewa19
*cerpen
*nulis puisi
*oase
*keindahan
*biola
*kedamaian
*banyak teman, sahabat
*nonton film
*acara trv yang lucu dan mendidik
*kesetiaan
*romantis
*tidak pelit
*sunshine
*pedesaan
*bunga matahari, sakura
*pramuka
*tpa
*badminton
*hp lollipop dan eskrim
*solidaritas
*berbagi kebahagiaan dan kesedihan
*pulau dewata
*kenangan masa kecil-sma
*selesai tugas tepat waktu
*andong
*sepeda
*sayur
*sains
*sosial
*kesehatan
*budaya
*memotret
*dipotret
*pelangi
*edelweis
*belanja
*kasih hadiah orang
*mencintai dan dicintai
*drum

Hal yang tidak disuka/ditakuti:
*orang jahat
*ular
*dikucilkan
*dimarahi
*panas gerah
*bencana
*komidi putar
*seks bebas
*rokok
*judi
*orang bertato
*orang berjenggot
*mabok
*jembatan gantung
*bus kota
*becak (tdk tega sama tukang becaknya)
*lele rebus
*fisika
*musik rock
*sampah
*laut
*cadar
*bikini
*pesawat
Aku sudah 2 tahun kost di Jogja. Jauh dari rumah di desa. Sebelum menetap di kos ini, aku sudah pindah-pindah numpang kost dan kost selama 5 kali. Jadi totalnya sampai sekarang sudah 6 kost di Jogja pernah aku datangi. Entah mengapa sampai bisa pindah-pindah kost sebanyak itu. Ada-ada saja hal yang membuat aku harus pindah kost. Akhirnya bulan Februari 2009 aku menemukan kost ini. Akhirnya aku memutuskan pindah ke kost ini. Hingga kini aku masih setia kost di sini dengan segala kekurangan dan kelebihannya.

Berbicara tentang kekurangan, kost ku tidak ada dapur. Terpaksa kami inisiatif membawa kompor dan peralatan sendiri untuk memasak. Kekurangan yang kedua, halaman kostku masih tanah, belum dikonblok. Jadi kalau hujan akan becek. Kekurangan ketiga, kostku tempat nyuci baju dan nyuci piring di luar ruangan. Jadi kalau hujan, susah untuk nyuci baju dan nyuci piring.

Kekurangan kalau dibahas terus memang tidak ada batasnya. Kelebihan sepertinya lebih enak untuk dibicarakan, biar hati senang.Hehe..

Ukuran kamar kostku lumayan lebar untuk standar luas kamar di sekitar kampus UNY. Luas kamar kostku 3x4 m persegi. Harga sewa per th Rp 2,4 juta. Harga ini termasuk murah karena harga kost per th di sekitar kampus 2-4 juta. Kekurangan kostku ternyata menyimpan lebih banyak kelebihan. Halaman yang masih tanah ternyata jadi daerah resapan di tengan Mrican yang padat ini.

Kelebihan yang paling unik adalah kostku seperti kebun binatang. Di halaman kost yang masih berupa tanah, banyak tumbuh pohon. Ada pohon jambu, rambutan, bambu, srikaya, pisang, dan pepaya. Wah malah kaya taman buah..^_^

Tiap pagi hari banyak burung-burung kecil hinggap di pepohonan halaman kost. Sepanjang hari, kucing-kucing yang entah jumlahnya mungkin lebih dari 5 ekor, bermain di halaman kost. Kucingnya paling sering manjat pohon kamboja di depan kamar. Selain itu, kalau hujan turun, banyak cacing keluar dari permukaan tanah.

Aku juga turut andil menambah penghuni di kost, yaitu dengan memelihara ikan di akuarium. Ada ikan komet, blue, dll. Namun sayang, ikannya sudah mati dimakan kucing. Sekarang yang sih tersisa adalah tanaman hias di depan kamar. Ada sirih belanda, anggrek, bambu, belimbing. Semoga bisa trus hidup sampai aku lulus kuliah. Amin...

Wah..kostku benar-benar seperti kebun binatang. Tapi aku suka kok..hehe

Monday, October 11, 2010

Oh Kucingku

Meski tidak terlihat banyak memelihara binatang, aku termasuk orang yang sayang terhadap binatang. Dulu waktu masih kecil, aku memelihara kucing. Kucing itu adalah pemberian dari tetanggaku. Aku lalu dengan senang hati merawat kucing itu. Kucingku tidak secantik kucing-kucing yang lain. Warnanya cukup abu-abu tua bergaris putih. Padahal saat itu aku ingin punya kucing berwarna putih. Namun bagaimanapun juga, aku tetap senang dengan kucing itu.

Kucingku tidak punya nama. Ya tentu saja karena aku tidak memberinya dia nama. Alasannya karena saya waktu itu belum tahu kalau kucing peliharaan itu butuh diberi nama. Hihi… Cukup aku memanggilnya kucing atau “meong” atau “pus”. Saat aku mengambilnya dari rumah tetangga, kucing itu masih kecil. Istilah bahasa jawanya, masih “cemeng” alias kucing kecil. Aku lalu membuatkan rumah kardus untuknya. Tak lupa aku memberikan baju bekas punya aku untuk selimutnya. Aku juga rela membagi makananku untuk si bayi kucing.

Waktu trus beranjak dan kucingku semakin besar. Kami berdua sudah menjadi sahabat akrab. Pagi hari ketika aku berangkat sekolah, dia mengantarkan aku hingga depan pintu rumah. Ketika aku pulang sekolah, dia menyambutku dengan ceria. Ketika aku main ke rumah tetangga atau pergi ke warung, dia akan mengikutiku berjalan di belakang. Ketika aku tidur, dia akan meringkuk di bawah kakiku.

Kebersamaan kami ternyata membuat orangtua saya cemas. Cemas kalau aku bisa sakit paru-paru karena bulu kucing. Cemas kalau aku tidak bisa bersosialisasi dengan teman lain karena selalu berdua dengan kucing. Cemas kalau aku terkena sakit rabies, dsb. Akhirnya orangtuaku memutuskan untuk membuang kucing itu. Malam harinya, ibu menitipkan kucing yang akan dibuang itu kepada mbahku. Kebetulan malam itu mbah akan mencari air “lep banyu” ke beton. Rencananya kucing itu akan dibuang di sana. Aku malam itu sudah tidur dan tentunya tidak tahu kejadian itu. Ya mungkin kucing itu dibuang di malam hari agar aku tidak tahu. Karena kalau aku tahu, pasti aku akan menangis.

Keesokan harinya, aku menyadari kalau kucingku tidak ada. Aku langsung nangis bahkan mogok berangkat sekolah. Tapi tak lama kemudian, aku mendengar suara kucingku. “Meong..meong”. Aku lalu berlari keluar rumah, dan ternyata itu benar kucingku. Kucingku ternyata sudah bisa menemukan jalan pulang ke rumah. Aku lalu berlari memeluknya. Akhirnya aku tidak jadi mogok sekolah. Aku langsung bersemangat mandi pagi dan berangkat ke sekolah.

Siangnya, lagi-lagi kucingku akan dibuang. Kali ini kejadian itu diperlihatkan di depan mataku. Ibu sudah tidak mendengar lagi tangisanku. Mbah menjejaliku dengan berbagai pendapat. Kalau kucing itu bisa membuat aku sakit paru-paru, rabies, dll. Aku yangmasih kecil tetap tak mengerti kalau aku bisa sakit karena kucing. Aku tetap saja menangis. Aku melihat secara langsung bagaimana kucingku dimasukkan ke dalam karung putih. Karung itu lalu diikat dengan dan aku mendengar kucingku mengeong-ngeong di dalam karung. Bapak dan mbah lalu naik motor dan membawa kucing itu pergi. Entah kucing itu mau dibuang ke mana.

Sore harinya, bapak dan mbah pulang dan membawa kabar kalau kucing itu sudah dibuang di daerah kelor atau sekitar 10 km dari rumah. Sementara sejak kejadian siang itu aku mengurung diri di kamar. Menangis meratapi kepergian kucing dan tidak mau makan. Hingga malam aku menunggu kucing itu kembali. Namun hingga esok, esok, dan esoknya lagi kucing itu tidak kembali.

Seiring berjalannya waktu, aku sudah tidak mogok makan dan nangis terus di kamar. Sedikit demi sedikit aku mencoba melupakan kesedihan yang pernah ada. Kehidupan masa kecilku tiak lagi ditemani seorang kucing. Aku bermain bersama anak-anak lain layakya anak normal. Sampai sekarang aku masih punya harapan kalau kucing itu akan pulang ke rumah. Meski kejadian itu sudah sekitar 12 tahun lalu dan kucingku bisa saja sudah mati, aku tetap berharap anak kucingku atau cucu kucingku suatu saat yang akan kembali padaku.

Wednesday, October 6, 2010

Sepasang Bebek

Di suatu liburan, aku bersama kakek pergi ke rumah bude di Sleman. Kami berdua naik bus untuk ke sana. Bapak dan ibu tidak bisa ikut pergi bersama kami karena masih banyak pekerjaan di rumah. Bapak hanya mengantarkan kami sampai Branang Wonosari. Kami lalu naik bus tujuan Jogja. Sesampainya di Jogja kami bingung mencari bus tujuan Sleman apalagi saat itu sedang hujan deras. Saat itu kakek sudah berusia sekitar 78 tahun dan aku 7 tahun. Kakek yang sudah tua dan aku yang masih kecil sama-sama bingung untuk mencari bus.

Setelah lama mencari bus, akhirnya bus yang akan kami tumpangi lewat di depan kami. Kami lalu berlarian mengejar bus itu. Untungnya pak kernetnya tahu kalau ada penumpang. Bus itu lalu berhenti menunggu kami. Akhirnya kami berhasil naik bus jurusan Sleman.

Rumah budeku, cukup mudah ditemukan karena dekat dengan pasar hewan dan pasar umum di Tridadi Sleman. Kakek bilang kalau turun di pasar hewan Tridadi Sleman. Kernetnya langsung tahu. Alhamdulilah kami tidak kesasar dan bisa sampai di rumah bude dengan selamat.

Esok harinya, kakek dan bude mengajak kami jalan-jalan ke pasar. Mula-mula kami pergi ke pasar umum kemudian baru pergi ke pasar hewan. Di pasar umum, aku diam saja. Tidak berani minta dibelikan apa-apa. Aku selalu ingat pesan ibu, kalau sudah sampai di Sleman aku tidak boleh merepotkan bude. Tapi ternyata bude malah membelikanku macam-macam barang. Mulai dari mainan sampai makanan jajanan makanan khas sana.

Seusai dari dari pasar umum. Saya dan kakek mampir ke pasar hewan. Sementara bude duluan pulang. Kakek senang melihat beraneka hewan yang ada di sana. Mulai dari kambing, sapi, burung, dll. Perhatianku saat itu langsung tertuju pada sekumpulan anak bebek yang masih kecil-kecil. Aku teringat buku bacaan TK yang menceritakan seorang anak yang memelihari anak-anak ayam. Aku lalu minta kakek dibelikan anak bebek itu. Tenyata kakek menyetujuinya. Kakek lalu membelikanku sepasang anak bebek. Saat itu harga sepasang anak bebek Rp 4000.

Ketika pulang ke rumah bude, seisi rumah kaget kok aku membawa sepasang bebek. Bude menggodaku, ternyata aku lebih memilih bebek daripada berbagai mainan yang ada di pasar umum. Dua hari kemudian aku dan kakek pulang ke rumah di Gunungkidul. Kali ini kami tidak ngebus lagi. Pakde mengantar kami dengan motornya. Pakde terlebih dahulu mengajak kami ke Parangkusumo. Di sana kakek berobat penyakit kulit di kakinya dengan mandi air panas yang ada di sana. Setelah itu Pakde mengantar kami pulang ke Gunungkidul lewat jalur Parangtritis-Panggang. Kakek saat itu masih kuat bonceng, dan aku duduk di tengah. Jalan Parangtritis-Panggang curam dan menanjak. Banyak jurang di kanan kiri jalan. Akhirnya kami sampai rumah dengan selamat.

Sesampainya di rumah, aku langsung memamerkan sepasang bebekku. Bapak dan ibu juga kaget saat aku datang membawa sepasang bebek. Ibu lagi – lagi khawatir kalau nanti aku tidak bisa mengurus bebek. Aku lalu memasukkan bebek ke dalam bekas sebuah kolam yang tidak ada airnya. Lalu di atasnya aku beri jaring agar tidak bebekku tidak bisa keluar. Itulah rumah baru untuk sepasang bebekku.

Aku dengan sehang hati merawat bebek itu. Aku selalu memberinya makan. Tak lupa jika siang aku memandikannya. Bebekku tumbuh besar. Suaranya semakin riuh “kwek-kwek-kwek”. Ibu menyuruhku untuk melepaskan bebek-bebek itu dari kurungannya.

“Adek, bebek-bebek itu sudah besar. Mereka butuh ruang yang lebih luas. Sebaiknya adek lepaskan, biar bebek-bebek itu tidak stress,” ujar ibu.

Aku lalu melepaskan bebek-bebekku. Mereka lalu bermain di halaman rumah. Kadang sampai masuk ke dalam rumah. Namun paling sering mandi di kolam ikan dan sawah belakang rumah. Tiap sore tiba aku harus memasukkan kembali sepasang bebekku ke dalam rumahnya. Aku berlarian menangkap bebek-bebek itu.

Semakin besar ternyata bebek-bebekku semakin sulit ditangkap. Pernah aku berlarian hingga satu jam untuk menangkap bebek-bebek itu. Namun ternyata tidak berhasil dan akhirnya malam itu bebekku tidak tidur dirumahnya. Aku sempat menangis karena tidak berhasil menangkap bebek.

Akhirnya suatu hari ibu menyuruhku untuk menjual bebek itu. Katanya besok ibu akan membelikan bebek-bebek kecil yang baru biar mudah merawatnya. Akhirnya aku menurut dan menjual bebek itu. Kedua bebekku laku Rp 12.000. Wow 2 bulan lalu harganya Rp 4000, sekarang sudah naik. Aku senang sekali lalu menabung uang itu.

Keesokan harinya aku minta ibu untuk membelikan bebek-bebek kecil yang baru. Ibu tenryata menolak permintaanku. Akhirnya aku bertekad mau membeli dengan uangku sendiri namun saat itu belum ada yang jual bebek kecil di sekitar rumah. Akhirnya aku tidak jadi membeli bebek. Hingga saat ini aku sudah idak pernah memelihara bebek lagi. Uang tabunganku, aku belikan peralatan sekolah. Peralatan yang aku beli bergambar bebek. Itu aku lakukan untuk mengenang sepasang bebekku.