Tuesday, November 30, 2010

semusim

lagu jaman dulu, seneng banget denger ini lagu..

semusim...
tlah kulewati
tlah kujalani
tanpa dirimu

tetapi,
bayang wajahmu
masih tersimpan
di hati

-by marcell-

Saturday, November 20, 2010

Kembang Wijayakusuma

Musik gamelan bergema, pengisi eksotis di malam dingin ini. Masih tersisa bara api di tungku dapur, bekas menggoreng mendoan dan tahu brontak beberapa saat tadi. Kini saya kembali ke ke kamar setelah minuman untuk niyaga tersaji dan saya menutup pintu samping rumah.

Sesaat sebelum menutup pintu, harum semerbak menghinggapi. Saya menengok keluar rumah. Kembang Wijayakusuma yang ditanam di depan rumah mekar. Hanya 1 bunga saja yang mekar, tak lebih. Warnanya putih bersih. Saat ini pukul 22.11 dan bunga baru saja mekar. Sepertinya tak lama, 3-4 jam lagi dia akan layu. Saya harus menunggu beberapa bulan lagi untuk melihat ia mekar kembali. Kembang Wijayakusumaku engkau cantik malam ini, engkau harum malam ini, dan itu indah.

Berlalu


engkaupun mulai membuat tawa
ataukah hanya cara agar aku tetap di sana
dan semua hening
terkubur dalam kenangan massa lalu
yang indah yang pilu
dan semua dingin
tersapu malam yang mendayu
akupun malu
berbagi  bermain bercanda
seperti dulu

(malam minggu di sudut kamar, diiringi musik gamelan)

Wednesday, November 17, 2010

Berburu Talok


Kersen atau talok adalah nama sejenis pohon dan buahnya yang kecil dan manis. Di beberapa daerah, seperti di Jakarta, buah ini juga dinamai ceri (untuk buah bernama ceri ). Di Lumajang, anak-anak menyebutnya baleci. Nama-nama lainnya di beberapa negara adalah: datiles, aratiles, manzanitas (Filipina), mât sâm (Vietnam); khoom sômz, takhôb (Laos); takhop farang (Thaiand); krâkhôb barang (Kamboja); dan kerukup siam (Malaysia).Nama ilmiahnya adalah Muntingia calabura.

Talok adalah buah manis yang memberikan kenangan manis.  Sewaktu kecil dahulu, berburu buah talok adalah rutinitas sehari-hari. Kenangan berburu talok dimulai ketika saya masih SD kelas 4. Saya bersama teman-teman setiap habis pulang sekolah menyantroni rumah Pak Dukuh. Pohon talok yang berjumlah 2 buah itu menjadi tujuan perburuan kami. 

Anak laki-laki biasanya yang bertugas memanjat ke atas pohon. Sementara saya dan teman-teman perempuan hanya memetik buah talok yang bisa terjangkau dari bawah atau mengambil buah talok yang jatuh ke tanah (nderuki). Hari - hari berikutnya, teman-teman yang laki-laki bawa kantung plastik saat manjat ke atas pohon. Jadi mereka tidak perlu menjatuhkan buah talok ke bawah dan kami tidak lagi harus bersusah menangkap atau nderuki. Saya dan teman-teman cawek tadinya senang karena tidak perlu bersusah payah karena sudah mau diambilkan teman cowok. Namun ternyata, teman-teman cowok tidak mau membagi buah talok itu kepada kami.

Akhirnya dengan segenap keberanian, kelompok anak perempuan, termasuk saya ikut memanjat pohon talok itu. Ternyata teman-teman perempuan yang lain bisa manjat pohon talok. Saya juga bisa, tapi tidak berani tinggi-tinggi, hehe..Namun sayang, saya terjatuh dari pohon. Saya basah kuyup karena terjebur ke parit(kalen) yang berada tepat di bawah pohon. Pak Dukuh lalu melarang semua anak untuk memanjat pohon talok itu..

Sate Lebaran Ala Bapak,Ibu, Aya

Idul Adha tanpa sate rasanya kurang mantep.Apa iya?Iya, lha wong dari dulu mesti kalau Idul Adha di rumah selalu terhidang menu sate..hehe..Lebaran kali ini kami kembali mengulang rutinitas tahun lalu, yaitu nyate. Kegiatan nyate tahun ini hanya dilakukan 1x di rumah. Lebaran tahun lalu 2x nyate (nyate di rumah dan di masjid). Lebaran sebelumnya nyate 4x ( pagi di rumah lek milan pas masak buat panitia qurban, siang di rumah, sore di masjid, malamnya di rumah mbak yuli). Ini adalah lebaran paling banyak nyate yang pernah saya alami selama hidup ini.

Kegiatan nyate lebaran tahun ini dimulai sekitar ba'da duhur. Bapak sudah pulang dari menyembelih hewan di masjid dan daging qurban sudah dibagikan. Sate ini dibuat oleh kami bertiga (bapak, ibu, dan saya). Ibu memotong-motong daging. Bapak menyiapkan tungku pembakaran dan sekaligus membakar sate, sedangkan saya hanya  menyiapkan bumbu^_^

Berikut ini resep sate kami, sebenarnya hampir sama dengan sate lain, yg buat sate istimewa karena masaknya bertiga hehe..

Bahan :
  1. Daging kambing
  2. Merica
  3. Bawang merah
  4. Bawang putih
  5. Daun jeruk
  6. Kecap manis
  7. Cabe rawit
  8. Garam secukupnya
Cara membuat :
  1. Potong daging bentuk dadu kecil-kecil (ibu memotongnya tidak terlalu kecil atau terlalu besar, sedang-sedang saja biar tidak cepat gosong dan tidak pula lama matangnya)
  2. Bumbui daging yang telah dipotong dengan merica, bawang putih, dan garam yang telah diulek alias dihaluskan. (Saya nguleknya pake lemper batu, kalau tidak punya lemper atau capek ngulek bisa pake blender kok)
  3. Tusuk potongan daging tersebut dengan tusukan sate.(Bapak buat tusuk satenya dari bambu biar lebih kuat daripada pakai lidi)
  4. Bakar tusukan daging sate di atas arang.
  5. Lumuri daging sate yang telah setengah matang dengan kecap manis, lalu bakar kembali hingga matang.
  6. Setelah daging matang, bumbui kembali dengan bumbu kecap yang diberi irisan bawang merah, daun jeruk nipis, dan cabe rawit.
  7. Sate ala bapak, ibu, dan Aya siap dimakan


Monday, November 15, 2010

Idul Adha

Allahu akbar...Allahu akbar..
Gema takbir mulai membelah kesunyian malam. Mengalirkan damai di hati, menghangatkan jiwa yang dikejar hembusan angin malam. Ya, ini malam pertama idul adha. Besok juga akan menjadi malam pertama pula. 

Ini merupakan tahun pertama saya ikut merayakan hari raya islam berdasar kalender pemerintah dengan metode rukyat. Selama 20 tahun yang lalu, bahkan Idul Fitri kemarin, saya masih ikut kalender Muhammadiyah dengan metode hisab. Rasanya beda, biasanya saya selalu mendahului takbiran, solat id, menyembelih kurban, dan makan-makan. Sekarang saya merasakan, harus melihat jamaah lain lebih dulu takbiran, jamaah lain makan-makan sementara kami berpuasa.

Adanya perbedaan ini menjadi butiran kekayaan tersendiri bagi saya. Saya diberi kesempatan merasakan  dua hal. Saya tidak akan membenci mereka yang berbeda. Justru perbedaan ini akan kita jalin agar tercipta keindahan. Laksana warna - warni pelangi yang berbeda, namun terlihat indah ketika mereka disatukan di langit seusai hujan. Tentunya juga dengan idul adha kita belajar untuk berkorban ^_^

Happy Idul Adha 1431 H
Semoga jiwa pengorbanan yang dicontohkan Nabi Ibrahim&Nabi Ismail bersemayam di jiwaku yang lapuk ini. Amin,,

Wednesday, November 10, 2010

Pawana in Memoriam

Pawana, 
lama tak mendengar kabarmu
lama tak bersua denganmu..

dengan segala keterpurukanmu saat ini
dengan segala konflik yang ada

aku masih mengenangmu,
ya hanya itu..
hanya bisa mengenangmu..
kutak pernah lagi menjengukmu..
maafkan aku

Pawana,
berjuta terimakasih dari lubuk hati
kau berikan secercah pengalaman untuk melihat alam
kau ajari diriku yang manja melihat dunia luar
kau paksa diriku yang lemah tuk mengarungi lembah dan pegunungan

teman-teman dan kakak seniorku mungkin juga selalu ingat diriku
yang selalu merepotkan,
yang selalu dibawakan tas ranselnya saat jalan,
yang menggigil kedinginan di dalam bivak,
yang selalu diberi coklat,
yang jarang ikut kegitan outdoor,
yang lemah,
yang takut ular,
yang diamanahi sebagai sie pendidikan teori tapi nol secara praktek,
yang penakut dan sering jatuh..

aku akan slalu ingat
ketika aku dipaksa makan sayur begonia yang begitu berlendir,
sate siput,
oseng rumput,
sarden dengan sumpit lidi..

aku akan selalu ingat
ketika kita bermain di pantai nggreweng,
ketika aku jatuh dibonceng endar menuju langgeran,
ketika kakiku harus dijahit karena tertusuk kayu di nggreweng
ketika lemas di tengah jembatan ketika bermain tali,
hingga aku diberi nama "petan" peri jembatan

aku masih ingat makan bersama pakai daun pisang,
mengintai mbak cella yang hampir punah,
menyuci bertumpuk mangkok penjual bakso pasar wonosari,
dimandikan air kembang ditengah lapangan,
mengupas berkilo-kilo bawang merah di pasar,
mengambil sampah keliling kota dan di sungai jirak,

aku mengingatmu,
yuni yang selalu menemaniku,
pak yerry yang selalu bersemangat memberi motivasi,
ava sang ketua,
damar yang berjibaku dengan segala medan,
sartika yang berbagi kehangatan,
adita yang manis,
wulan sang komandan konsumsi,
afit yang sering bolos seperti diriku,
yudhis sang kera sakti,
simbah ridwan kolor ijo,
suke yang pantang menyerah,
indra yang pemberani,
dan semuanya..
engkau serpihan kenangan termanisku..











Monday, November 8, 2010

Kucing Baru

Kucingku engkau sangat manis dan lucu. Membuatku rindu kepadamu beberapa waktu yang lalu. Membutku bermimpi suatu saat engkau ataupun keturunanmu datang kembali kepadaku. Dan baru kemarin aku menuliskan mimpiku, Tuhan menghadiahkan seekor kucing kecil di hari itu. Ketika ku pulang dari Jogja, seekor kucing kecil lucu menghampiriku. Bermain di antara kedua kakiku sambil mengeong pelan. Aku kaget saat itu. Ada rasa haru di hati. Akupun langsung meminta pada ibu agar diperbolehkan memelihara kucing, namun ibu tidak menginjinkannya dengan alasan kesehatan.

Hati ini bahagia, kucing yang telah gagal aku pelihara ternyata akan dipelihara oleh simbah. Simbah tertarik dan kasihan dengan kucing kecil yang lucu ini. Tentunya dengan begitu, aku masih bisa bermain dengan kucing itu karena rumah simbah hanya berdampingan dengan runmahku. Sesekali kucing itu main juga ke rumahu. Asyik…

Saturday, November 6, 2010

Merapi di Malam Itu

Seiring redup cahaya lilin, aku  mulai membuka makalah pertama. Habis magrib itulah aku mulai belajar untuk persipan ujian esok hari. Seharian tadi, aku bersama Oktri dan Rina mengerjakan tugas. Alhmdlh tugas sudah selelsai. Baru sebentar membaca, alhamdulillah listrik menyala. Aku tak perlu lagi bersusah payah membaca dalam redup cahaya lilin. Namun, baru belajar 1 makalah, terdengar  pintu kamar diketuk. Aku keluar untuk melihat siapa yang datang. Ternyata Mas Abi, hendak mengambil surat ijin sakit Dek Mutia yang tadi dititipkan kepadaku. Tepat ketika Mas Abi selesai menyampaikan maksudnya, listrik mati lagi. Suasana kost menjadi gelap. Saya menyalakan lilin dan Mas Abi masih tinggal di emperan kost. Akhirnya kami berdua mengobrol di emperan kost diiringi cahaya lilin. Waduh..kaya sepasang kekasih aja yang terjebak di kondisi yang romantis. Hehe..Untung banyak orang di kost..
Sekitar setengah jam kemudian, Ms Abi pulang. Aku kembali melanjutkan belajar. Di sela belajar, saya sempat ditelpon ibu. Menggabarkan pemakaman almarhum pak bupati. Hingga pukul 22.30, listrik belum juga menyala. Aku keluar kamar, kulihat masih hujan abu. Aku lalu menuju kamar Mbak Destri. Aku minta tolong kalau ada apa-apa, saya diberitahu karena Dek Mutia dan Mbak Retno yang kamarnya berdekatan denganku sudah mudik semua. Aku tergolong berada jauh dari kamar teman kost.
Pukul sebelas malam, aku bersiap tidur dengan penerangan cahaya lilin yang aku taruh di lantai kos agar tidak terjadi kebakaran. Belum lama terlelap, pintu kamar diketuk. Aku terbangun dan listrik sudah menyala.Kulihat waktu sudah pukul 00.15 dini hari. Kubuka pintu dan kulihat siapa yang datang. Ternyata Mbak Destri.
“Cahya, bangun!Hujan pasir!”
Aku yang masih ngantuk, kaget pula dibangunkan malam-malam dan dapat kabar seperti itu. Aku lalu penasaran dan melihat keluar. Tidak terlihat jelas bentuknya seperti apa, namun suara pasir berjatuhan dan kotoran berwarna abu-abu di tanah sudah cukup untuk menjelaskan apa yang terjadi. Bersamaan dengan aku memandang keluar, suara sirine terdengar melewati Jalan Gejayan, membuat panik keadaan. Apalagi ditambah suara pengumuman dengan pengeras suara yang berisi instruksi agar warga jogja di sekitar Gejayan bangun dan bersiap menghadapi keadaan. 
Seketika itu juga semua penghuni kost panik. Ada yang packing barang-barang di tas. Ada yang menghidupkan motor. Ada yang berteriak heboh karena ketakutan. Aku ikut siap-siap juga. Tapi tidak ikut packing. Aku siap-siap dengan cara bawa senter, pake jaket tebal dan masker. Bunyi gemuruh Gunung Merapi membuat kepanikan kami semakin bertambah. Aku menuju kamar Anis, teman kostku yang punya televisi. Aku lalu menonton berita. Anis dan temannya tidak panik ingin pergi dari kost. Mereka justru selalu memantau berita. Akhirnya seluruh penghuni kost tidak ada yang jadi pergi mengungsi. Dini hari itu, kami semua nonton berita untuk mengetahui perkembangan yang ada.

Pukul 3 aku berpamitan untuk kembali ke kamarku. Rencananya untuk belajar, namun malah ngantuk dan tertidur. Pukul 04.30 baru bangun. Aku mengambil air wudhu sambil melihat keadaan di luar. Hujan pasir masih berlangsung, namun tidak sederas dini hari tadi. Suara gemuruh Gunung Merapi juga masih terdengar. Dering telpon berbunyi. Telpon dari ibu. Beliau cemas semalaman tidak bisa tidur karena memikirkan saya. Saya bilang ke ibu kalau saya baik-baik saja.
Di antara gemuruh Gunung Merapi dan hujan pasir yang masih berlangsung, aku mencoba belajar untuk ujian jam 7 pagi. Materi sudah selesai saya pelajari namun sepertinya hanya sedikit yang nyantol di otak. Pikiran saat itu melayang ke mana-mana, tidak bisa konsentrasi.Paginya aku mandi dan bersiap berangkat kuliah. Saat berangkat kuliah, di sepanjang perjalanan terjadi hujan abu yang cukup tebal sehingga mengganggu kegiatan kuliah. Akibatnya kuliah diliburkan, mengingat GOR akan digunakan sebagai tempat pengungsian dan kampus tertutup abu.
Perjalanan ke kampus aku tempuh dengan naik motor. Sepanjang perjalanan, abu vulkanik tebal berterbangan di jalan. Setelah sampai di kampus aku baru dapat pengumuman kalau kuliah diliburkan. Aku langsung meninggalkan kampus dan berangkat ke Gunungkidul. Jalan menuju Gunungkidul juga dipenuhi hujan abu. Namun ketika naik ke daerah patuk, abu vulkanik sudah tidak tebal. Selama di perjalanan, aku sempat melihat orang naik motor berboncengan. Motor yang mereka naiki kotor sekali tertutup abu vulkanik. Aku mengira mereka adalah warga sekitar lereng merapi yang hendak mengungsi ke Gunungkidul.

Alhamdulillah sekitar pukul 09.30 aku sudah sampai rumah dengan selamat. Sungguh damai rasanya bisa kembali ke rumah. Namun, sesampainya di rumah aku tidak bisa bertemu dengan bapak dan ibu. Mereka masih masuk kerja, tapi untungnya aku masih bisa bertemu mbah putri. Saat bertemu mbah putri, beliau menceritakan peristiwa meninggalnya Pak Sumpeno, tumpukan karangan bunga, Mas Yopi yang tidak bisa datang menghadiri, hingga luapan pentaziah yang memadati pemakaman beliau. Beberapa jam kemudian, aku bisa bertemu bapak ibu. Alhamdulliah..kebahagiaan yang luar biasa. Apalagi jika dibanding nasib pengungsi.The End.







Tuesday, November 2, 2010

Lembut cahaya langit malam ini, teduhkan gundah yang mengisi di siang hari. Suster yang berseliweran dan wajah-wajah muram para pasien masih melekat di kepala. Kududuk di selasar ruang selama 2 jam, menunggu panggilan sang adik namun panggilan itu tak kunjung datang. Akhirnya aku pergi meninggalkan keramaian ini, menuju keramaian baru yang memicu pikiran untuk berkelana di dunia sains.

Empat jam kemudian, sang adik mendapatkan panggilan yang dinantikan. Semetara diriku, hanya bisa membantu dari kejauhan sambil berkutat dengan teori biofisika dan ilmu kesehatan. Setetes embun ketenangan menyejukkan dahaga siang itu. Ketika sang adik bisa pulang dengan selamat. Akupun melanjutkan setengah perjalanan hari ini.

Menjelang matahari tenggelam, kami melakukan perburuan. Posisi sasaran perburuan telah kami temukan. Tinggal menyusun rencana untuk mendapatkan sasaran tersebut. Sasaran pertama berupa hidrila, berhasil kami dapatkan dari kolam laboratorium biologi. Sasaran kedua dan ketiga berupa eceng gondok dan melati air berhasil kami dapatkan di kebun biologi. Lalu sasaran keempat, di mana kami mendapatkannya?DI GARDEN CAFE. Dengan bermodal tampang memelas, Oktri memberanikan diri meminta teratai di cafe tersebut. Alhmdlh semua sasaran berhasil kami dapatkan. Percobaan siap dilakukan...