Saturday, April 30, 2011

Terlanjur Cinta

Tatapan matamu slalu kurindu,
Tingkah lucumu slalu menghiburku,
Suaramu menenangkan diriku,
Belaianmu menentramkan hatiku,
Kesetiaanmu mengikuti dan menungguku,
Semakin membuatku lekat padamu..

Aku terlanjur cinta padamu Ipus. Aku terlanjur cinta…Aku cinta kau apa adanya. Aku sudah jatuh cinta padamu sejak pertama kau hadir di rumahku sebagai kucing kecil yang tersesat. Entah dari mana asalmu, siapa pemilikmu aku tak tahu. Kau lalu kuberi makan, kumandikan dengan sabun bayi, kuajak bermain, kuberi kasih sayang dan ternyata itu semua membuatmu menetap di rumah ini, enggan meninggalkan rumah ini.
Kau tidak hanya sekedar kucing pembasmi tikus, tetapi kau adalah bagian dari keluargaku dan kami adalah bagian dari keluargamu. Kami semua menyayangimu. Kami semua tertawa karenamu. Mbah Putri dan Mbah Kakung selalu memuji warna bulu indahmu dan ketangkasanmu menangkap tikus dan cecak. Ibu yang tadinya tidak suka kucing, sekarang jadi suka. Tiap hari nyariin kamu, memberi  makan kamu dan tahukan kalau kucingku selalu menjadi topik pembicaraan saat aku telpon ibu. Biasanya aku dulu yang menanyaan kabar si kucing, tapi ibu juga kadang-kadang memberitahu dulu kepadaku. Ibu juga sering mendekatkan telpon kepada kucingku. Lalu suaru meong – meong akan terdengar di telpon dan sampai kepadaku yang sedang berada di Jogja.

Bapak adalah orang yang paling mendapat perhatian dari Ipus. Entah kenapa Ipus suka sekali duduk di dekat bapak, tak jarang tidur di dekat kaki bapak. Ipus selalu mengikuti ke mana bapak pergi di rumah ini. Ke  ruang makan, ke ruang tamu, bahkan ke kamar mandi.

Aku sendiri hanya akhir pekan berada di rumah. Namun keterbatasan waktuku tak membuat Ipus lupa padaku. Ketika aku datang dari jogja, maka dia sudah mengeong – ngeong menyambutku. Ipus sering duduk di dekatku. Menemani aku belajar, menonton tv, dan paling sering ketika aku masak di dapur. Namun aku tak pernah mengijinkannya tidur di dekatku. Bila malam tiba dan kami sudah mau tidur, maka Ipus akan aku suruh keluar dari rumahku. Dia aku biarkan berada di dapur simbah. Dia biasanya akan tidur di dekat pawon atau akan tidur di gudang. Pernah aku jumpai dia tidur di dalam helm, di atas jok motor, di atas atap mobil, dan di kursi rumah simbah. 

Ipus sering sekali duduk didekatku. Mengusapkan kepalanya ke kakiku sambil mengeong pelan. Jika sudah begini aku tak kuasa untuk tidak membelainya. Setelah membelai kucing, maka segera kucuci tanganku. Saat ini aku benar-benar jauh berkurang dalam hal berinteraksi dengan kucing. Dulu sewaktu kecil, aku sering gendong kucing , belai-belai kucing, tidur bareng kucing, pokoknya mainan dengan kucing tanpa membersihkan diri sesudah bermain. Saat ini aku hanya sekedar berbicara dengan dia dan membelainya, dilanjutkan dengan mencuci tangan.

Aku sudah berusaha menjaga interaksi dengan kucingku. Sudah dua minggu ini aku menahan tidak membelainya. Mas Daris, Ibu, dan Mbah Kakung sudah mengingatkanku untuk menjaga interaksi dengan kucing. Mas Daris mengingatkanku terkait virus kucing yang berakibat buruk bagi wanita hamil dan bisa mengakibatkan kemandulan. Ibu mengingatkanku terkait sakit pernafasan yang bisa diakibatkan bulu kucing. Mbah Kakung mencemaskanku terkait ganguan psikologis (waduw…dikira sakit jiwa nih..) karena aku sering bicara sendirian dengan kucing. Dan yang paling membuatkan berpikir ulang adalah nasehat pak dosen untuk menjauhi kucing terkait virus tokso. Apa yang diutarakan pak dosen hampir sama dengan Mas Daris. Namun yang paling membuatku takut, beliau memberikan contoh anaknya sendiri yang mengidap kanker akibat kucing. Astaqfirullah…

Ya Allah…
Aku bimbang, aku terlanjur cinta pada kucing itu..
Namun di sisi lain aku tak mau akibat buruk kucing menyerangku dan keluargaku.
Pernah aku membulatkan tekad untuk membuang kucing itu. Tapi aku tak tega. Ibu juga tak tega dan meminta untuk tetap memelihara kucing itu. Kami terlanjur cinta pada kucing itu. Beri kami jalan keluar Ya Allah…







Aku Dikira Anggota NII

~Kisah Sabtu pagi yang cerah di bukit Sunggingan~

Tak seperti biasanya, Sabtu pagi ini aku sudah mandi (biasanya mandinya siang, hehe) dan berdandan rapi (maklum mau datang ke lingkungan formal).Mau ke manakah diriku?? Aku mau main ke suatu tempat yang indah di ketinggian^_^ lebih tepatnya aku mau ke Sunggingan, melaksanakan tugas observasi Metodologi Penelitian Pendidikan IPA. Karena lokasinya dekat dengan rumah dan guru IPA di sana adalah temanku sendiri (Mbak Anik Astari, S.Pd) maka aku memilih SMP 4 Sunggingan.

Pagi hari ini aku tak banyak bantu bapak ibu. Aku tidak masak gara-gara terburu berangkat ke sekolah. Akhirnya ibu yang masak bandeng goreng, sedangkan sayurnya masih ada sisa masakanku kemarin;sayur jipang. Aku hanya bantu nyapu rumah depan sampai belakang. Selebihnya aku gunakan untuk persiapan ke sekolah.

Pukul 06.35 aku sudah siap berangkat. Ibu menyuruhku untuk sarapan terlebih dahulu, namun aku takut terlambat jadi saya bilang ke ibu nanti siang saja saya makan. Aku lalu berangkat ke rumah Mbak Anik dulu. Ternyata Mbak Anik sudah siap di jalan. Kamipun lalu berangkat mendaki (naik motor ding) bukit Sunggingan.

Kami sampai di SMP pukul 06.50. Kepala sekolah dan beberapa guru sudah hadir. Padahal guru-gurunya ada yang dari luar Gunungkidul. Wuih keren…kehadiran guru juga dipresensi dengan mesin detektor kehadiran. Mbak Anik lalu mengajak saya menghadap Bapak Mardjo, Kepala Sekolah SMP 4 Ponjong untuk ijin melakukan observasi. Di sinilah  kisah itu dimulai….

Pak Kepala Sekolah sudah mulai mengamatiku sejak aku tiba di pintu sekolah. Pandangan mata beliau semakin tajam ketika saya datang mendekat untuk meminta ijin. Saya dibantu Mbak Anik untuk mengutarakan ijin. Sambil memandangku, Pak Kepala Sekolah dengan kurang bersahabat (eh mungkin waspada) menjawab ijinku. Aku juga sih yang salah, tidak pakai surat pengantar dari kampus, hehe…

“Mbak ini dari mana?”
“Apa yang mau diobservasi?”
dan yang paling mengejutkan..”Jangan-jangan Mbak anggota NII?”

Mentalku langsung down. Menghadap orang yang ramah aja aku takut dan malu. Sekarang aku harus menghadapi beliau yang kurang bersahabat dan mencurigaiku sebagai anggota NII (Negara Islam Indonesia). Aku hanya diam, menunduk, salah tingkah, takut, semua jadi satu. Mbak Anik yang tahu ekspresiku langsung  berusaha membantu. 

“Mbak Cahya ini putrinya Bu Sri guru TK sini Pak.”
“Mbak Cahya ini baik Pak.”
“Mbak Cahya ini putrinya Pak Carik Gandung itu lho Pak, dsb…”

Aku jadi malu dengan penjelasan Mbak Anik. Sayangnya Pak kepala sekolah masih belum percaya.

“Ya kita harus tetap hati-hati. Jangan – jangan mau menyusup ke sekolah sini dan mempengaruhi murid-murid. Jangan dikira rumahnya dekat menjadi jaminan. Nyatanya wartawan yang menjadi perekrut NII berasal dari Playen. Bahkan ada ketua Ahmadiyah yang berasal dari Ponjong, kalau tidak salah daerah Serut.”

Dengan segenap keberanian yang ada, saya pun hanya bisa menjawab, “Nggih Pak, ini saya hanya melaksanakan tugas kuliah…”

Sebenarnya sikap bapak kepala sekolah tersebut tida kbisa disalahkan. Beliau berusaha waspada terhadap segala pengaruh negatif dari luar. Apalagi akhir-akhir ini banyak kasus perekrutan NII. Aku saja yang salah..Tapi sungguh aku bukan anggota NII.

Aku lalu dipersilakan ikut duduk di ruang guru. Aku hanya bisa duduk diam malu, takut, dan terpaku menyaksikan guru-guru mulai datang. Dan ternyata sebagian besar dari mereka sudah mengenal saya. Bu Erni dan Bu Rini adalah tetangga saya sendiri. Bu Nur adalah langganan ibu menjahit dan guru – guru lain ternyata sudah kenal bapak dan ibu saya. Haduw..lagi – lagi bernaung di bawah nama orangtua. Aku jadi malu..namun ini mungkin lebih baik karena aku tak terasing lagi di sini. 

Pukul 08.30 aku ikut Mbak Anik masuk ke dalam kelas. Murid-muridnya merespon aku dengan positif. “Hore ada bu guru cantik..”, kata mereka. Aku jadi malu dan grogi. Aku lalu memilih duduk paling belakang, mengamati pembelajaran di kelas.Alhamdullilah satu jam pelajaran tlah terlalui. Kami lalu meninggalkan kelas. Saat berjalan di luar, 2 murid laki-laki mengejar kami dan apa yang mereka lakukan? Mereka mengajak aku salaman sambil senyum-senyum. Trus teman-temannya menyorakiku di belakang. Haduw…bagaimana besok aku jadi guru kalau begini, aku belum siap, takut, malu, jadi satu..Semoga pendidikan 1 tahun yang masih tersisa ini (kalau bisa lulus cepet, hehe) bisa aku kugunakan untuk mempersiapkan diriku jadi guru. Amin..

Kami lalu kembali ke ruang guru. Karena observasi sudah selesai maka aku berpamitan kepada bapak kepala sekolah dan guru – guru di sana. Guru-gurunya meresponku dengan baik, ramah, dan bahkan menyuruh aku main lagi, sedangkan bapak kepala sekolah masih memandangku dengan pandangan curiga (eh mungkin perasaanku saja kali ya). ^_^

Pak Dosen Marah Lagi

Senin adalah hari yang luar biasa. Selalu saja ada kejutan alias bonus alias hadiah yang menanti, hehe.
Senin kemarin7 tidak lolos uji prasyarat biokim.
Senin kemarin6 dimarahi pak dosen.
Senin kemarin6 tidak bisa ngomong waktu disuruh maju ngajar di depan kelas.
Senin kemarin6 dihantui kuliah kewirausahaan.
Senin kemarin5 rekor nulis benang kusut di laporan.
Senin kemarin5 pretest-maju-pretest-maju Metopend.
Senin kemarin5 presentasi Kajian teori.
Senin kemarin4 maju ngajar di depan kelas (lumayan sudah bisa ngomong).
Senin kemarin4 presentasi kewirausahaan.
Senin kemarin4 dimarahi pak dosen lagi.
Senin kemarin3 mainan “ludah sampai aku nangis dan muntah” (unforgettable moment)
Senin kemarin3 ujian kuliah Pak Prof (pak prof materi yang kami pelajari kok malah tidak dikeluarkan…)
Senin kemarin2 ujian Metopend (alhamdulliah bisa dilalui meski mengarang indah, hehe)
Senin kemarin2 main reaksi telur dengan bau menyengat (masker oi..)
Senin kemarin2 mecahin tabung reaksi (bersyukur cuma tabung reaksi, klo mikroskop yang ruah bisa ganti jutaan)
Senin kemarin2 hampir kebakaran, sudah muncul asap gara2 salah reaksi HCL(untung tidak kebakaran)
dan senin kemarin aku dapat bonus lagi. Pak dosen marah lagi, bahkan 3 kali dalam 1 hari di tempat dan waktu kuliah yang berbeda.
Kemarahan pak dosen dimulai pada kuliah kewirausahaan yang dimulai pukul 13.00. Sebelas orang temanku melakukan bolos massal. Ini tidak bisa ditolerir lagi. Belum sempat beliau masuk ke dalam kelas, beliau sudah marah-marah di depan pintu kelas lalu pergi meninggalkan kami. Dua orang temanku lalu pergi menyusul beliau namun beliau sudah menghilang. Kami lalu berunding di dalam kelas untuk memecahkan masalah ini. Dan sungguh aku mendapat bonus lagi. Aku dijadikan tumbal dengan kedok kata perwakilan dari kelas untuk meminta maaf kepada beliau.
“Pak dosen tuh gak bisa marah sama Mbak Aya. Mbak Aya kan lembut jadi nanti Mbak Aya yang minta maaf sama pak dosen yah..” ucap temanku.
“Iya Aya nanti kan kuliah selanjutnya ketemu pak dosen, jadi sekalian mintain maaf ya..”, rayu temanku.
Oh Tuhan…aku tak bisa, aku tak mau..
Namun rayuan dan paksaan teman-teman akhirnya meluluhkanku. Aku benar-benar telah dijadikan tumbal menghadap pak dosen.
Pukul 14.30 aku dan 2 orang temanku sudah siap kuliah, sedangkan teman-teman yang lain belum datang. Karena di dalam kelas masih banyak orang, maka kami bertiga menunggu di depan kelas, duduk di bawah pohon markisa. Kami sudah melihat pak dosen 2 kali lewat depan kelas sambil menengok ke dalam. Setelah beliau lewat untuk ketiga kalinya, kami lalu menghampiri beliau. Malang oh malang…kami bertiga kena marah..
“Ini sudah jam berapa? Aku sudah bolak-balik ngindangi kelas belum ada yang datang!”
“Mana teman kalian? Wis ora sah kuliah wae po?”, ucap beliau sambil meninggalkan kami.
Waduh bagaimana ini. Aku tadi sudah sms teman2 untuk segera datang namun sampai saat ini belum ada yang datang. Hanya ada 1 tambahan orang yang datang. Jadilah kami hanya berempat. Kami lalu masuk kelas. Kami pinjam LCD ke umper, pasang LCD, menghapus papan tulis, nyiapin kapur dan boardmarker. Setelah 10 menit, beberapa teman sudah datang. Salah satu dari kami lalu mencari Pak Dosen untuk berkenan mengajar kami. Alhamdulliah pak dosen ditemukan dan mau mengajar kami.
Seusai kuliah, sesuai amanat dari teman-teman, aku  menemui pak dosen untuk meminta maaf. Namun sayang, pak dosen masih marah…
“Sudah, tak perlu ada maaf-maaf segala..” ucap beliau kasar.
Mukaku langsung berubah muram, menahan tangis. Melihatku begitu pak dosen agak merendahkan suara.
“Aku tidak marah padamu. Aku justru kasihan kepadamu dan juga teman-temanmu yang sudah datang kuliah. Tapi teman-temanmu yang bolos itu lho sungguh kebangeten. Mereka itu sakpenake dhewe nyepeleke wong liyo.”
Beliau lalu pergi meninggalkanku sambl terus marah-marah di jalan.  Aku berdiri termenung. Beberapa temanku lalu datang menghampiriku menanyakan apa yang  telah terjadi.
“Aya pak dosesn kenapa?”
“Pak dosen ngomong apa sama kamu?”
“Sudahlah Aya, pak dosen baru dalam keadaan panas jadi jangan diganggu dulu.”
“Pak dosen baru haid Aya..”
dll..
Aku hanya diam sambil tersenyum menahan tangis. Untungnya aku bisa nahan tidak nangis di sini. Malu dilihat teman – teman. Aku lalu segera beranjak pulang ke kampus. Sayang pintu gedung sudah ditutup karena sudah malam, hampir magrib. Aku lalu memutar jalan mencari pintu yang masih dibuka. Alhmdh masih ada sau pintu yang dibuka di sayap barat gedung ini. Aku lalu berjalan pulang sendirian ke kost karena temanku yang biasanya bareng sudah dijemput pacarnya. Takut juga sih jalan sendirian sudah petang begini. Apalagi lewat jalan dalam kamus FISE yang rimbun pohonya. Selain takut sama makhluk halus, takut juga sama makhluk nyata alias orang. Jangan – jangan aku nanti bisa diculik (lebay, hehe…). Alhamdullilah saya bisa sampai kost dengan selamat, disambut adzan magrib berkumandang.

Thursday, April 21, 2011

Hari Berat Itu Tlah Terlewati

Terimakasih Tuhan,
Kau berikanku kekuatan menjalani sedikit liku-liku kehidupan ini.
Buka hal yang istimewa, buka tragedi, bukan perjuangan yang berat, bukan pula masalah besar.
Ini hanyalah sedikit cerita dari sebuah kisah
"kuliah"


Cerita pertama bermain dengan laporan biokim,
Akupun begadang, tangan menulis-kapalan, paginya hanya dibuang...

Cerita kedua bermain dengan "ludah".
Akupun tak tahan, lalu muntah, lalu nangis...

Cerita ketiga bermain dengan telur,
amis merajarela, asap reaksi mengepul di mana-mana,
akupun tak sengaja memecahkan tabung reaksi,
dan tentunya harus menggantinya, hikz..hikz..

Cerita ketiga bermain dengan ipa4,
rpp-silabus-peta kompetensi-lks-modul menjadi menu utama,
yang harus siap disajikan esok harinya,
2 temanku yang cantik lembur di kost,
pulang tengah malam (cewek2 padahal, ntung tdk diculik^_^)

Cerita keempat bermain dengan biokimia
ujian menanti di depan mata,
7 anak belajar seharian di kamar itu,
sayang ujiannya tak seperti yang dikira,
gagal total, hehe


Kini satu rangkaian kisah tlah usai. Menanti kisah manis sebagai penutup kisah yang indah. Tentunya liku-liku itu masih terus menghadang di depan sana. Hanya bisa berharap semoga masih memiliki kekuatan tuk melaluinya, dengan sebaik-baiknya.

Monday, April 11, 2011

Tamasya ke Rs Sardjito Part 3

Kawan, lagi - lagi aku harus tamasya ke Rumah Sakit Sardjito lagi. Begini kisahnya....

Allah sedang memberikan ujian kepada salah satu hambanya. Seorang janda tua yang hidup dalam kemiskinan diuji dengan penyakit kanker otak...KANKER OTAK.....Penyakit yang mengerikan, yang tak punya perasaan, yang tumbuh di tubuh tanpa ijin, yang merebut asupan makanan bagi sel tubuh, lalu akhirnya membunuh sel tubuh itu sendiri. Letak penyakitnya juga tak main-main, terletak di otak, pusat koordisasi manusia.

Keluarga dan juga sang ibu tua ternyata tidak mau menyerah. Mereka lalu berobat ke Rs Sardjito. Setelah cukup lama dirawat inap dan melakukan berbagai perawatan akhirnya dokter memutuskan akan melakukan operasi pengangkatan kanker pada otak ibu tersebut. Pihak keluarga masih ragu dengan rencana operasi ini. Kemungkinan berhasil yang kecil dan juga keterbatasan biaya adalah faktor utamanya. Namun ternyata lagi- lagi keluarga ini tidak mau menyerah. Demi kesembuhan sang ibu akhirnya rencana operasi disetujui.
Operasi telah dilaksanakan.....
Sang ibu masih dalam keadaan koma...


Siang itu, saya, bapak, ibu, dan seorang teman ibu datang menjenguk ibu itu yang tak lain adalah orangtua teman ibu. Kami tiba di Rs Sardjito sekitar pukul 2 siang. Kami lalu mencari ruang tempat dirawatnya ibu tersebut dan ternyata masih di rawat di ruang ICU. Dari tempat parkir, kami berjalan menuju gedung rawat inap dilanjutkan naik ke lantai 2 dan akhirnya sampailah kami di ruang ICU.

Pintu ruang ICU tertutup rapat. Sesekali kami melihat orang masuh ke dalam ruang ICU melalui pintu itu namun terlebih dahulu memencet kode pada tombol di dekat pintu. Alhamdulillah tak lama kemudian keluarga pasien datang menjemput kami. Kami lalu masuk ke ruang ICU secara bergiliran. Setiap pengunjung diwajibkan memakai seragam untuk menjenguk. Karena saya paling kecil maka saya dapat giliran paling akhir bersama bapak. Akhirnya sampailah giliran saya untuk menjenguk. Ya Allah, sungguh aku tak tega melihatnya. Tubuh ibu itu sungguh terlihat lemah dan kurus. Selang - selang berlomba menancap di kepala, tangan, hidung, dan dadanya. Rambutnya telah dicukur habis. Jahitan bekas operasi dan beberapa balutan perban masih berada di kepalanya. Karena ngeri, saya langsung lari keluar duluan. 

Setelah selesai menjenguk, saya terlebih dahulu diantar ke kost. Setelah mengantar saya, bapak dan ibu lalu pulanng ke rumah.

Alhamdullilah beberapa hari setelah kami datang menjenguk, kami mendapat kabar bahwa ibu tersebut sudah dibawa pulang, keadaanya membaik, dan biaya perwatan - operasinya GRATISS...

Sungguh betapa kesehatan itu adalah anugerah yang sangat berharga.........





Misteri

           
potret jiwa
dalam pigura fatamorgana
terpancar mata sayu
diantara yang berbinar
lesung manis memudar
bagai daun yang gugur semalam

            di jiwanya ada sekerat kelam
            tenggelam dalam ketidakberdayaan
            tinggalkan peti tanpa kunci
            hartakah di dalamnya?
            atau bangkaikah?
            entah

diksar kosa, 28 jan ‘07

Akhir perjalanan


            aku terkurung dalam botol kelabu
            berlabel orang dungu
           
            aku terlempar ke lautan hidup
            digoyang – goyang ombak
            muntahkan semua hartaku

            aku dipungut nelayan
            dimandikan dengan asam garam asin cuka
            dibelai dengan tangan kapalan
            tidurkanku dalam lelap
            diantara deru gelombang.