Kumpulan Puisi Sapardi Djoko Damono
Sajak Kecil tentang Cinta
Mencintai angin
harus menjadi siut
mencintai air
harus menjadi ricik
mencintai gunung
harus menjadi terjal
mencintai api
harus menjadi jilat
mencintai cakrawala
harus menebas jarak
mencintai-Mu
harus menjelma aku
aku ingin
(Sapardi Djoko Damono, 1989)
aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya debu
aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.
Dalam Diriku
dalam diriku mengalir sungai panjang, darah namanya
dalam diriku menggenang telaga darah, sukma namanya
dalam diriku meriak gelombang sukma, hidup namanya
dan karena hidup itu indah, aku menangis sepuas-puasnya
Ketika Jari-jari Bunga Terbuka
Ketika jari-jari bunga terbuka
mendadak terasa
betapa sengit
cinta kita
Cahaya bagai kabut-kabut cahaya
di langit menyisih awan hari ini
di bumi meriak sepi yang purba
Ketika kemarau terasa ke bulu-bulu mata
Suatu pagi
di sayap kupu-kupu
di sayap warna
Suara burung di ranting-ranting cuaca
bulu-bulu cahaya
Betapa parah cinta kita
Mabuk berjalan
di antara jerit bunga-bunga rekah
Hujan Bulan Juni
tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu
tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu
tak ada yang lebih arif dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu
Nokturno
Kubiarkan cahaya bintang memilikimu
Kubiarkan angin yang pucat dan tak habis-habisnya
Gelisah, tiba-tiba menjelma isyarat, merebutmu …
Entah kapan kau bisa kutangkap
Buat Ning
(Sapardi Djoko Damono-1967)
pasti datangkah semua yang ditunggu…
detik-detik berjajar pada mistar yang panjang…
barangkali tanpa salam terlebih dahulu
Januari mengeras di tembok itu juga
lalu Desember
musim pun masak sebelum menyala cakrawala
tiba-tiba kita bergegas pada jemputan itu
Hatiku Selembar Daun
Hatiku selembar daun
Melayang jatuh di rumput
Nanti dulu
Biarkan aku sejenak terbaring di sini
Ada yang masih ingin ku pandang
yang selama ini senantiasa luput
Sesaat adalah abadi
Sebelum kau sapu tamanmu setiap pagi
Hutan Kelabu
Hutan kelabu dalam hujan
Lalu kembali kusebut kaupun kekasihku
Langit dimana berakhir setiap pandangan
Bermula keperihan, rindu itu
Temaram temasa padaku semata
Memutih dari seribu warna
Hujan senandung dalam hutan
Lalu kelabu,mengabut nyanyian
Dalam Bis
Langit di kaca jendela bergoyang
Terarah ke mana
Wajah di kaca jendela yang dahulu juga
Mengecil dalam pesona
Sebermula adalah kata
Lalu perjalanan dari kota ke kota
Demikian cepat
Kita pun terperanjat
waktu henti ia tiada
Gadis Kecil
Ada gadis kecil diseberangkan gerimis
di tangan kanannya bergoyang payung
tangan kirinya mengibaskan tangis
di pinggir padang
ada pohon
dan seekor burung
No comments:
Post a Comment