Saturday, April 30, 2011

Aku Dikira Anggota NII

~Kisah Sabtu pagi yang cerah di bukit Sunggingan~

Tak seperti biasanya, Sabtu pagi ini aku sudah mandi (biasanya mandinya siang, hehe) dan berdandan rapi (maklum mau datang ke lingkungan formal).Mau ke manakah diriku?? Aku mau main ke suatu tempat yang indah di ketinggian^_^ lebih tepatnya aku mau ke Sunggingan, melaksanakan tugas observasi Metodologi Penelitian Pendidikan IPA. Karena lokasinya dekat dengan rumah dan guru IPA di sana adalah temanku sendiri (Mbak Anik Astari, S.Pd) maka aku memilih SMP 4 Sunggingan.

Pagi hari ini aku tak banyak bantu bapak ibu. Aku tidak masak gara-gara terburu berangkat ke sekolah. Akhirnya ibu yang masak bandeng goreng, sedangkan sayurnya masih ada sisa masakanku kemarin;sayur jipang. Aku hanya bantu nyapu rumah depan sampai belakang. Selebihnya aku gunakan untuk persiapan ke sekolah.

Pukul 06.35 aku sudah siap berangkat. Ibu menyuruhku untuk sarapan terlebih dahulu, namun aku takut terlambat jadi saya bilang ke ibu nanti siang saja saya makan. Aku lalu berangkat ke rumah Mbak Anik dulu. Ternyata Mbak Anik sudah siap di jalan. Kamipun lalu berangkat mendaki (naik motor ding) bukit Sunggingan.

Kami sampai di SMP pukul 06.50. Kepala sekolah dan beberapa guru sudah hadir. Padahal guru-gurunya ada yang dari luar Gunungkidul. Wuih keren…kehadiran guru juga dipresensi dengan mesin detektor kehadiran. Mbak Anik lalu mengajak saya menghadap Bapak Mardjo, Kepala Sekolah SMP 4 Ponjong untuk ijin melakukan observasi. Di sinilah  kisah itu dimulai….

Pak Kepala Sekolah sudah mulai mengamatiku sejak aku tiba di pintu sekolah. Pandangan mata beliau semakin tajam ketika saya datang mendekat untuk meminta ijin. Saya dibantu Mbak Anik untuk mengutarakan ijin. Sambil memandangku, Pak Kepala Sekolah dengan kurang bersahabat (eh mungkin waspada) menjawab ijinku. Aku juga sih yang salah, tidak pakai surat pengantar dari kampus, hehe…

“Mbak ini dari mana?”
“Apa yang mau diobservasi?”
dan yang paling mengejutkan..”Jangan-jangan Mbak anggota NII?”

Mentalku langsung down. Menghadap orang yang ramah aja aku takut dan malu. Sekarang aku harus menghadapi beliau yang kurang bersahabat dan mencurigaiku sebagai anggota NII (Negara Islam Indonesia). Aku hanya diam, menunduk, salah tingkah, takut, semua jadi satu. Mbak Anik yang tahu ekspresiku langsung  berusaha membantu. 

“Mbak Cahya ini putrinya Bu Sri guru TK sini Pak.”
“Mbak Cahya ini baik Pak.”
“Mbak Cahya ini putrinya Pak Carik Gandung itu lho Pak, dsb…”

Aku jadi malu dengan penjelasan Mbak Anik. Sayangnya Pak kepala sekolah masih belum percaya.

“Ya kita harus tetap hati-hati. Jangan – jangan mau menyusup ke sekolah sini dan mempengaruhi murid-murid. Jangan dikira rumahnya dekat menjadi jaminan. Nyatanya wartawan yang menjadi perekrut NII berasal dari Playen. Bahkan ada ketua Ahmadiyah yang berasal dari Ponjong, kalau tidak salah daerah Serut.”

Dengan segenap keberanian yang ada, saya pun hanya bisa menjawab, “Nggih Pak, ini saya hanya melaksanakan tugas kuliah…”

Sebenarnya sikap bapak kepala sekolah tersebut tida kbisa disalahkan. Beliau berusaha waspada terhadap segala pengaruh negatif dari luar. Apalagi akhir-akhir ini banyak kasus perekrutan NII. Aku saja yang salah..Tapi sungguh aku bukan anggota NII.

Aku lalu dipersilakan ikut duduk di ruang guru. Aku hanya bisa duduk diam malu, takut, dan terpaku menyaksikan guru-guru mulai datang. Dan ternyata sebagian besar dari mereka sudah mengenal saya. Bu Erni dan Bu Rini adalah tetangga saya sendiri. Bu Nur adalah langganan ibu menjahit dan guru – guru lain ternyata sudah kenal bapak dan ibu saya. Haduw..lagi – lagi bernaung di bawah nama orangtua. Aku jadi malu..namun ini mungkin lebih baik karena aku tak terasing lagi di sini. 

Pukul 08.30 aku ikut Mbak Anik masuk ke dalam kelas. Murid-muridnya merespon aku dengan positif. “Hore ada bu guru cantik..”, kata mereka. Aku jadi malu dan grogi. Aku lalu memilih duduk paling belakang, mengamati pembelajaran di kelas.Alhamdullilah satu jam pelajaran tlah terlalui. Kami lalu meninggalkan kelas. Saat berjalan di luar, 2 murid laki-laki mengejar kami dan apa yang mereka lakukan? Mereka mengajak aku salaman sambil senyum-senyum. Trus teman-temannya menyorakiku di belakang. Haduw…bagaimana besok aku jadi guru kalau begini, aku belum siap, takut, malu, jadi satu..Semoga pendidikan 1 tahun yang masih tersisa ini (kalau bisa lulus cepet, hehe) bisa aku kugunakan untuk mempersiapkan diriku jadi guru. Amin..

Kami lalu kembali ke ruang guru. Karena observasi sudah selesai maka aku berpamitan kepada bapak kepala sekolah dan guru – guru di sana. Guru-gurunya meresponku dengan baik, ramah, dan bahkan menyuruh aku main lagi, sedangkan bapak kepala sekolah masih memandangku dengan pandangan curiga (eh mungkin perasaanku saja kali ya). ^_^

No comments:

Post a Comment