Saturday, March 12, 2011

Dua Kaki


            “Roma cepat!” , teriak Isa.
            “ Iya sabar”, jawabku.
“ Kamu ini bagaimana? Katanya mau menjenguk Arif kok malah keluyuran” , tambah Faisal.
            “ Aku tidak keluyuran tapi dari kamar mandi” , aku membela diri.
“ Sudah, jangan ribut! Lebih baik kita sekarang siap – siap menuju rumah Arif”, Nurdin
menengahi.
            Kami berempat akhirnya berangkat ke rumah Arif. Sudah 1 minggu Arif tidak masuk sekolah karena sakit. Sore ini, kami pergi ke sana untuk menjenguknya. Untuk sampai di rumah Arif kami harus bertanya – tanya kepada warga dahulu. Karena di antara kami belum ada yang mengetahui rumah Arif. Ternyata niat baik ini mendapat kemudahan dariNya. Tanpa halangan yang berarti akhirnya kami sampai di rumah Arief.
            Rumah Arif begitu sederhana. Dindingnya berupa kayu dan bambu. Sedang atapnya berupa genteng yang sudah sangat hitam karena termakan usia. Namun suasana di sana begitu damai dan sejuk. Pohon mangga menjulang tinggi di samping rumahnya. Burung – burung kecil bertengger di atasnya.
“ Assalamualaikum.....Assalamualiakum”, ucap Isa berkali – kali. Namun tidak ada jawaban dari dalam rumah.
“ Assalamualaikum....” , Isa mencoba lagi.
Akhirnya ada jawaban dari dalam rumah Arif.
“ Waalaikumsalam.....”, ucap seoarang wanita muda sambil membukakan pintu.
Kami langsung terkejut ketika pintu rumah Arif dibuka. Seorang wanita muda berdiri dengan susah di ambang pintu. Pakaiannya lusuh dan dia hanya mempunyai satu kaki.Hanya satu kaki !!
            Kami dipersilahkan masuk. Nurdin mewakili memperkenalkan diri dan menyampaikan maksud kedatangan kami. Setelah memperkenalkan diri, wanita muda itu menanggapi kami dengan ramah. Ternyata dia adalah kakaknya Arif. Dia memberi tahu kami bahwa Arif sekarang di rawat di rumah sakit. Kakinya akan diamputasi karena terserang virus. Tubuh kami terasa lemas mendengar ini semua. Kami akhirnya pulang dengan perasaan sedih&kecewa.
            Di perjalanan, pikiranku melayang bagaikan burung yang dilepas dari sangkarnya. Apakah ini mimpi? Bayangan tentang tubuh kakak Arif yang hanya punya 1 kaki terus menemani perjalanan pulangku. Sementara informasi mengenai kaki Arif yang akan diamputasi mewarnai pikiranku. Pastilah apa yang aku rasakan sama dengan yang dirasakan teman – temanku yang lain.
            Kejadian tadi sungguh telah mengetuk hatiku yang telah terkunci rapat. Aku sekarang begitu merasakan nikmat yang Kau berikan. Setelah lama aku lupakan. Aku bersyukur masih dikaruniai dua kaki yang sempurna.
            Arif, aku hanya bisa menadahkan tangan meminta kesembuhan untuk dirimu.

No comments:

Post a Comment