Saturday, March 12, 2011

Suara Alam


Seorang gadis dengan rambut berkepang dua bersandar di pinggir jendela tua yang mulai rapuh dimakan rayap. Ia sibakkan lansai merah jambu yang terbentang di depannya. Pandangan matanya melayang dan akhirnya hinggap pada sebuah kuncup pohon yang tumbuh di seberang jalan. Kuncup pohon yang masih bersimbah air hujan pada malam itu, menimbulakan kesan dingin. Namun di mata gadis itu tak ada sinar redup karena kedinginan. Mata gadis itu bersinar terang dan terpancar suatu kehangatan.
            Tiba – tiba berat tubuhnya bagaikan tersedot oleh suatu mesin yang entah rimbanya. Berat tubuhnya menghilang. Tubuhnya terasa ringan. Ia terbang mengikuti pandangan matanya. Iapun hinggap di sebuah pohon. Gadis itu lalu menyandarkan tubuhnya pada sebuah dahan cemara yang ukurannya tidak melebihi pengaduk nasi. Ia ingin lari tapi kakinya seperti tertindih baru ribuan ton. Ia ingin berteriak namun mulutnya terkunci dengan kunci yang tak tampak. Ia ingin meloncat, tapi tidak bisa!! Iapun hanya terdiam dalam kepanikan.
            Belum hilang kepanikan sang gadis, dari seberang rawa muncul pohon akasia nan gagah. Diikuti debum langkah, ia berjalan mendekati sang gadis. Tak hanya itu, di belakang pohon itu muncul begitu banyak pohon yang juga berjalan menuju pohon di mana sang gadis hinggapi. Langit yang cerah tiba – tiba berganti menjadi gelap karena sinar bulan terhalang ribuan burung yang menari – nari di sana.
            “ Kalian siapa?” ajaib, sepatah kata keluar dari mulut sang gadis.
“ Dasar manusia!!!Kalian pura – pura tidak tahu kami?” pohon Akasia    menjawab dengan ketus.
            “ Saya tidak tahu kalian!!”
“ Kau tidak tahu kami padahal kau kuras kami setiap hari tanpa perasaan. Manusia sungguh sangat keterlaluan,” pohon Akasia menjawab lebih ketus.
            “ Apa maksud kalian?”, sang gadis tergagap.
            “ Kau lupa bahwa kau sudah menebang kami habis – habisan tanpa menggantinya? Kau juga lupa sudah membakar kami tanpa sisa?” pohon Jati gantian menjawab.
            “ Lihatlah kami kehilangan tempat tinggal. Kami tidak bisa berlindung dari panas atau hujan lagi,” Burung Elang menambahkan.
            “ Teman – teman kami juga hanyut bila hujan tiba,” tanah di bawah tiba – tiba ikut bersuara.
            “ Tapi aku tidak menebang kalian!”  sang gadis berteriak.
            “ Tidak,”..gadis berteriak dengan tenaga yang tersisa. Ia pun melayang bersama teriakannya.
            Itulah teriakan terakhir sang gadis bersama protes pohon – pohon, burung – burung, dan tanah. Sampai saat ini sang gadis tidak pernah berjumpa dengan mereka lagi. Yang ia jumpai saat ini adalah banjir dan tanah longsor yang saling unjuk kebolehan.

No comments:

Post a Comment